Wednesday, July 30, 2008
Sunday, July 27, 2008
Esiklopedia Keris - Bambang Harsrinukismo
JUDUL : Esiklopedia KerisPENGARANG : Bambang Harsrinukismo
PENERBIT : Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Barat 33-37, Jakarta 10270
CETAKAN : 2004
ISBN : 979-22-0649-3
JUMLAH HALAMAN:640
[Dengan ketebalannya mencapai 640, halaman, berkonsekuensi pada lengkapnya pembahasan. Buku ini telah mengingatkan pembacanya secara khusus, pada seluruh warga bangsa pada umumnya. “Haruskah anak cucu kita kelak belajar mengenai budaya keris dari negeri orang asing?”.Buku yang bertajuk ensiklopedia ini, menyadarkan kita bahwa persoalan keris bukan manopoli budaya Jawa, namun seluruh Nusantara ini memiliki hak atas keris menjadi bagian dari budayanya. Istilah perkerisan di Brunei Darussalam seperti : Aliamat; Anak Ayam; Atikasana, Aring Keris, Sampir Keris, dan Sikunyir secara jelas pada halaman 111. Keris Malaysia juga di kupas tuntas oleh ensiklopedia ini, dan diungkapkan pula bahwa perbukuan yang menuliskan keris di Malaysia juga marak, namun sayangnya banyak ditulis oleh orang asing. Hanya satu buku yang ditulis oleh penduduk asli Malaysia, ditulis Shahrum Yub
Mengenal Keris [Senjata Magis Masyarakat Jawa] - Ragil Pamungkas
JUDUL : Mengenal Keris [Senjata Magis Masyarakat Jawa]PENGARANG : Ragil Pamungkas
PENERBIT : Narasi. Jl. H. Montong No. 57. RT.006/06 Ciganjur, Jagarasa-Jakarta 12630. Telepon [021] 78883030
CETAKAN : 2007
ISBN : 979-168-007-8
JUMLAH HALAMAN:143
[Pengertian keris merupakan bab awal dari buku karya Ragil Pamungkas, seputar perdebataan apa keris itu, dari berbagai pendapat juga diutarakan secara gamblang pada buku ini. Persoalan penipuan acapkali terjadi ketika keris sedang memasukki dunia transaksi, bumbu-bumbu magis kental menjadi sasaran empuk dalam memperdayaai pembeli. Modus operandi semacam ini sebenarnya sudah lama terjadi. Namun buku ini kembali mengingatkan pada khlayak pembacanya. Petunjuk praktis kecocokan orang dengan keris yang akan dimiliki, dicontohkan dalam bahasan Uji Kecocokan keris].
Source : http://djokoawcollection.blogspot.com
Jumenengan Hangabehi, Kereta PB XI Ikut Kirab
SOLO - Kirab Tingalan Jumenengan (peringatan kenaikan tahta) Raja Keraton Kasunanan Pakoeboewono (PB) XIII Hangabehi, 29 Juli mendatang akan berlangsung istimewa. Dalam kirab memperingati tahun keempat dinobatkan jadi raja, sebuah kereta pusaka berusia lebih setengah abad dimuseumkan akan ikut dikirab.
Kereta kuda dengan gelar Kiai Garuda Putra itu terakhir kali digunakan pada masa PB XI bertahta, antara 1939-1945. Sejak saat itu, kereta serupa dengan kendaraan resmi ratu Elizabeth dari Kerajaan Inggris itu pun dimuseumkan.
KRMH Satryo Hadinagoro, kerabat PB XIII yang juga ketua seksi kirab mengatakan saat ini kereta tersebut dalam kondisi baik dan siap untuk digunakan. Dikeluarkannya kereta tersebut dari museum dilakukan untuk ikut mendukung gawe besar Pemkot Solo, yaitu konferensi heritage internasional, September mendatang.
Dikirabnya Garuda Putra juga dimaksudkan supaya warga bisa melihat salah satu kereta pusaka milik keraton. "Selama ini yang dikirab selalu Garuda Kencana dan sembilan kereta lainnya. Nah , tahun ini kami ikutkan lagi satu kereta lainnya, kiai Garuda Putra. Kereta ini buatan Belanda, sama seperti yang dikendarai Ratu Elizabeth di Inggris, ketika menghadiri acara resmi," katanya.
Di masa lalu, kata Satryo, Kiai Garuda Putra itu digunakan sebagai kendaraan penjemput tamu penting keraton. Namun, kadang PB XI dan raja-raja sebelumnya juga menggunakan kereta itu untuk mengunjungi undangan para residen Belanda. "Tapi, sejak PB XI, kereta itu dimuseumkan. Kondisinya masih bagus, siap untuk ditumpangi peserta kirab nanti. Posisinya tepat di belakang Garuda Kencana titihan sinuwun," lanjut Satryo.
Berbeda dengan kirab sebelumnya yang mengambil rute memutar benteng luar keraton, kirab 29 Juli nanti mengambil jalur lebih pendek. Yakni, mulai dari Alun-Alun Utara langsung ke arah Barat melewati Pasar Klewer, hingga Bundaran Baron. Dari bundaran itu belok utara hingga Jl Slamet Riyadi. "Lantas lurus ke timur hingga Bundaran Gladak dan kembali ke Alun-Alun Utara. Sengaja dipendekkan, karena kondisi kereta yang semakin tua serta lalu lintas yang semakin padat," katanya.
Tinggalan jumenengan juga akan diisi beberapa acara lain, seperti dipentaskannya tari sakral Bedhaya Ketawang . Acara juga akan diikuti penobatan atau pemberian gelar terhadap abdi dalem dan kerabat keraton. "Juga akan ada wayang orang dan bakti sosial," lanjut Satryo.
Wayang orang itu akan dimainkan oleh keluarga besar keraton dan dipertontonkan sebanyak dua kali. Pertama akan dimainkan di gedung Wayang Orang Sriwedari 27 Juli, dan dimainkan di Pagelaran Keraton sehari sesudahnya, 28 Juli. "Di hari yang sama juga akan dilakukan bakti sosial, berupa pengobatan gratis bagi warga di sekitar keraton. Dokternya dari kerabat keraton semua," imbuhnya.
Satryo belum mendapat konfirmasi siapa saja tamu penting yang akan datang. Namun, Karina Soekarnoputri, putri Bung Karno dengan Ratna Sari Dewi, dipastikan hadir. "Kalau tokoh nasional yang lain belum dapat konfirmasi. Yang pasti, untuk kerabat di sekitar sini kami nggak ngundang. Hadir di tingalan jumenengan adalah kewajiban bagi abdi dalem dan sentana dalem," tandasnya. (aw/tej)
Portal Keris Indonesia nggak pernah update - piye ki?
Keris Jawa, sebagai senjata tradisional Jawa merupakan perlambang estetika tinggi, yang memiliki arti seremonial dan teknologi metalurgi unggul, di samping benda antik yang sangat berharga. Keris adalah karya agung warisan kebudayaan Indonesia yang sangat dihargai dan mampu memukau masyarakat dunia.
Kita bersyukur bahwa baru-baru ini keris diakui sebagai World Heritage dan memperoleh penghargaan Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Huminity dari UNESCO, yang merupakan bukti pengakuan dunia akan keris sebagai karya agung warisan Indonesia.
PT. INDONESIA KEBANGGAANKU adalah perusahaan yang khusus didirikan dengan menonjolkan dan mempromosikan segala sesuatu yang patut dibanggakan oleh Indonesia, dengan bangga memilih buku "KERIS JAWA: Antara Mistik dan Nalar" sebagai buku pertamanya.
Buku bermutu yang patut dibanggakan bangsa Indonesia ini akan sangat bermanfaat tidak saja bagi pemerhati dan pencinta budaya keris, tetap juga bagi kalangan akademis ataupun pihak-pihak lain yang perduli terhadap karya-karya agung benda seni dari Indonesia.
Mari kita bersama-sama menggerakkan rasa kebanggaan dan nasionalisme bangsa Indonesia.
Salam,
 Rudy J. Pesik
 Direktur Utama
 PT. INDONESIA KEBANGGAANKU

20 Desember 2005
 Setelah wayang dua
tahun silam, kini giliran keris Indonesia diakui sebagai salah satu
warisan budaya dunia yang mesti dilestarikan. Pengakuan UNESCO di Paris
25 November lalu itu tentu merupakan percikan segar di tengah serba
keterpurukan Indonesia akhir-akhir ini.
 Oleh Jimmy S Harianto (Harian KOMPAS, Selasa 20 Desember 2005, hal. 1 dan 15).
Keris,
seperti juga teater Kabuki dari Jepang, pentas tradisional India -
Ramlila yang mengetengahkan epik Ramayana-Samba dari Brasil, Mak Yong
dari Melayu, "Masih hidup dan dihayati, tradisi masih berlanjut.
Berbeda dengan budaya samurai di Jepang yang kini sudah mati," ungkap
Direktur Jenderal Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan
Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) Koichiro Matsuura, yang
ditemui Kompas pekan lalu, beberapa saat setelah menyerahkan sertifikat pengakuan UNESCO itu kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta.
Sebenarnya
ada 64 warisan budaya yang diusulkan berbagai negara untuk diakui
sebagai warisan dunia oleh UNESCO tahun ini. Akan tetapi, setelah
melalui penilaian para juri yang bersidang pada 20-24 November 2005
dengan ketua Putri Basma binti Talal dari Jordania, hanya 43 yang
diakui sebagai warisan budaya oral serta nonbendawi manusia (intangible cultural heritage of humanity).
Sementara mahakarya (masterpiece)
yang diakui UNESCO tahun 2001 serta tahun 2003 termasuk wayang,
jumlahnya 47. Maka, total mahakarya warisan budaya dunia yang diakui 90.
"Proklamasi
yang ketiga kali ini kemungkinan adalah yang terakhir." Konvensi akan
segera dilaksanakan segera setelah 30 negara memiliki instrumen
ratifikasi dan disetujui, seperti yang sudah dilakukan 26 negara
sebelumnya," ungkap Matsuura.
"Lewat momentum
penghargaan UNESCO ini mestinya kita menata kembali pandangan tentang
keris," ungkap Ir Haryono Haryoguritno, pakar keris yang memimpin tim
riset pustaka dan lapangan juga berdiskusi selama setahun sejak Agustus
2004.
KERIS JAWA: Antara Mistik dan Nalar = harga 1 Juta + PPn, siapa mau beli?
Judul: KERIS JAWA: Antara Mistik dan NalarPenulis: Haryono Haryoguritno
Tebal Buku: Hardcover + 458 halaman
Penerbit: PT. Indonesia Kebanggaanku (Februari 2006)
Bahasa: Bahasa Indonesia
ISBN: 979-25-2530-0
Dimensi Produk: 24 x 30 cm.
Harga: Rp. 1.000.000,- (belum termasuk PPN 10%)
CONTOH ISI BUKU :
- Halaman Depan
 - Bab 1 : Pendahuluan
 - Bab 2 : Keris Dari Masa ke Masa
 - Bab 3 : Pembuatan Bilah Keris
 - Bab 4 : Bilah Keris
 - Bab 5 : Relief dan Hiasan Emas
 - Bab 6 : Pelengkap Bilah Keris: Perabot
 - Bab 7 : Penilaian Keris
 - Bab 8 : Tradisi Perlakuan Keris
 - Penutup
 - Halaman Belakang
 
PENDAHULUAN
Sebagai
karya seni dalam wujud senjata tajam dengan bentuk khas satu-satunya di
dunia, keris terdapat di hampir seluruh kawasan Nusantara. Tetapi
banyak temuan arkeologi dan sejarah yang sangat menguatkan kesimpulan
bahwa keris-keris generasi awal dibuat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Oleh karena itu buku ini berusaha membahas khusus keris Jawa secara
komprehensif, mulai dari segi mistik, dongeng, legenda, kepercayaan,
filsafat, sejarah, teknik pembuatan hingga tradisi yang berkaitan
dengan keris dalam tata kehidupan suku Jawa. Adapun tata nilai yang
diangkat disini adalah tata nilai yang dianut hingga menjelang abad 20,
ketika perkembangan budaya perkerisan mencapai titik kulminasinya.
Beratus-ratus
ilustrasi tentang bilah keris dalam buku ini dibuat berdasarkan pada
benda yang sesungguhnya dan bukan imajiner atau rekaan. Buku ini juga
mencoba menyajikan tabulasi untuk mengenal ciri dan arti nama-nama
bentuk bilah keris. Untuk pola dekorasi pamor, selain arti
nama-namanya dipaparkan pula beberapa rekayasa pembuatannya, suatu hal
yang dulu amat dirahasiakan dan sarat dengan mitos atau dongeng.
Demikian
juga tentang cara memilih keris, bila pada banyak kalangan masih saja
terdengar cerita tentang 'keampuhan' keris-keris tertentu, buku ini
berusaha menghadirkan beberapa cara menilai mutu keris, baik secara
visual, emosional, spiritual, maupun tradisi. Semua hal di atas
dirangkum dan ditulis sebagai kontribusi ke arah lahirnya apa yang
disebut: krisologi.
JOGJA BANGKIT KEMBALI
Sejak bencana gempa bumi di Jogjakarta dan
sekitarnya yang terjadi tahun lalu, tepatnya 27 Mei 2006,ekonomi rakyat
dan bangunan tradisional yang bernilai sejarah masih banyak yang
terlantar dan belum mendapatkan bantuan perbaikan. Dengan latar
belakang tersebut, kami dan beberapa teman bekerjasama dengan Badan
Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) berinisiatif untuk mengadakan
gerakan pengumpulan dana bantuan (fundraising) bagi bangunan-bangunan
tradisional tua di Jogjakarta, terutama di kota tua Kotagede, serta
membangkitkan kembali Sentra-sentra kerajinan rakyat seperti Batik,
Perak, Kulit dan keramik. Upaya ini dihimpun dalam gerakan ”JOGJA BANGKIT KEMBALI (JBK)”.
Dengan tema ”MARI BERSAMA KITA SELAMATKAN ASET BUDAYA DAN EKONOMI RAKYAT YOGYAKARTA”, kami akan mengadakan beberapa kegiatan sehubungan dengan gerakan ini antara lain:
- BAZAAR AMAL "JOGJA BANGKIT KEMBALI (JBK)"
 - PROGRAM BAPAK/IBU ANGKAT bagi pembangunan kembali rumah-rumah tradisional (heritage)
 - Lihat foto-foto seputar Jogjakarta
 - Panitia "Jogja Bangkit Kembali"
 










Tanggap Warsa Ke–36 PSTK: Seminar Keris Warisan Budaya
ITB News Portal
Bandung,itb.ac.id–Dalam menyambut dies natalis ke–36, unit kegiatan mahasiswa Perkumpulan Seni Tari dan Karawitan (PSTK) menggelar rangkaian acara Tanggap Warsa. Rangkaian ini terdiri atas seminar, pameran, pagelaran wayang kulit dan workshop batik. Keeluruhan acara berlangsung mulai hari Jumat–Sabtu, 20–21 April 2007 di Aula Barat dan Timur serta 28 April 2007 (workshop batik) di Lapangan Basket Campus Center. 
Seminar yang diadakan hari Sabtu pagi, 21 April 2007 mengambil tema keris Jawa. Keris, tanggal 25 November 2005 lalu diproklamirkan oleh UNESCO sebagai "A Materpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity" (Karya Agung Tak Benda Warisan Kemanusiaan). Anugerah ini seakan mengukuhkan keris sebagai salah satu warisan budaya yang tidak hanya dinilai dari fisiknya saja, melainkan falsafah nilai yang terkandung di dalamnya pula. Sayangnya, saat ini keris sebagai warisan budaya kurang mendapat perhatian dari generasi muda. Terbukti dari sedikitnya jumlah mahasiswa yang hadir sebagai peserta dalam seminar ini. Peserta yang datang justru dari kalangan alumni PSTK, yang usianya jauh di atas mahasiswa pada umumnya.
Dalam seminar ini hadir dua orang mpu yang sangat mendalami teknik pembuatan keris dan nilai–nilai kemanusiaan yang ada dalam keris, Ir. Haryono Haryoguritno dan Subandi. Ir. Haryono Haryoguritno, seorang lulusan ITB yang juga penulis buku ’Keris Jawa:Antara Mistis dan Nalar’ menjabarkan falsafah bentuk keris. "Warangka atau sarung Jawa yang rendah di depan dan tinggi di belakang melambangkan andhap–ashor atau low profile," jelas Ir. Haryono. Keris yang tersarung dalam warangka melambangkan kesatuan antara umat manusia dengan sang Pencipta. "Keris pun selalu dikaitkan dengan unsur mistis, memang ada unsur mistisnya karena keris itu pusaka," tutur kolektor keris ini lagi. Subandi, seorang karyawan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo kemudian menjelaskan teknik–teknik pembuatan kerisi masa kini. "Keris masa kini tidak dikerjakan oleh satu orang tapi banyak orang, tapi kami masih mencoba untuk mempertahankan ritual pembuatannya," papar Subandi. Ritual pembuatan keris biasanya menyertakan sesajen dan puasa 40 hari.
Setelah keris ditelaah dari sisi mitos dan budayanya, Prof. Dr. Ir. Mardjono, salah satu guru besar ITB dari Program Studi Teknik Material Fakultas Teknologi Industri menjabarkan keris dari pandangan teknologi. Pak Mardjono telah melakukan penelitian "pamor" atau bagian penampang melintang keris, hasil tempaan besi–nikel berlapis–lapis. Penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan keris Jawa masa kini dan keris kuno, yaitu banyaknya inklusi yang terdapat pada keris kuno. Bahan pmor keris kuno diketahui menggunakan mineral dari alam yang mengandung 4–5% nikel. Penelitian terhadap warisan budaya negeri ini jarang sekali dilakukan, padahal besar nilainya bagi pelestarian budaya Indonesia. 
KERIS-KERIS KUNO BERNILAI TINGGI DI PAMERKAN DI SRAGEN
Sragen News[ 21/05/2008, 16:42 WIB ]
SRAGEN - Pameran Tosan Aji, siang ini dibuka oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Sragen Drs. Kushardjono bertempat di Gedung KNPI Sragen. Pembukaan pameran ditandai dengan penguntingan pita oleh Sekda Sragen dan penyerahan keris pusaka koleksi Bupati Sragen oleh Sekda kepada panitia.
Dalam sambutannya Sekda mengatakan bahwa Tosan Aji merupakan produk budaya yang bernilai tinggi, karena untuk membuatnya, para leluhur harus melalui beberapa tahap proses lelaku yang tidak mudah. Oleh karenanya Sekda mengharapkan agar warisan budaya yang tak ternilai harganya tersebut untuk di uri-uri dan dilestarikan.
Selain mempunyai seni yang tinggi, Tosan Aji peninggalan leluhur, menurut Sekda, telah membuktikan bahwa para leluhur telah mengenal rekaya teknologi terutama pada teknologi logam. Dengan pengetahuan teknologi yang mereka ketahui waktu itu, telah tercipta sebuah warisan budaya seni yang tinggi nilainya, ungkap Sekda.
Pameran ini atas kerjasama antara Paguyuban Tosan Aji Sukowati (Pasanji Sukowati) bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sragen. Pameran yang di gelar selama 2 hari mulai hari ini sampai dengan besok malam di Gedung KNPI Sragen tersebut menampilkan lebih dari 200 keris dan berbagai pusaka yang bernilai tinggi.
Pusaka-pusaka yang dipamerkan tersebut berasal dari keris-keris pusaka koleksi anggota Pasanji se-kabupaten Sragen. Masing-masing Kecamatan mengirimkan 10 koleksi keris terbaiknya. Sehingga totalnya sekitar 200 keris pusaka ditambah dengan koleksi-koleksi keris pusaka milik pejabat pemerintah Kabupaten Sragen.
Tak ketinggalan, sejumlah Keris Pusaka koleksi KPH.Untung Notonagoro, Bupati Sragen, juga ikut meramaikan pameran tersebut. Salah satu keris milik Bupati Sragen, yang bertangguh Tuban, berpamor Tangkis, dapur Brojol dan rangka Gayaman mendapat perhatian tersendiri dari para pengunjung.
Sementara menurut KRAT Wahyu Widayat, SH, MSi, selaku ketua penitia penyelenggara pameran Tosan Aji ini digelar dalam rangkaian memperingati hari jadi Kabupaten Sragen yang ke-262. Tujuannya untuk meningkatkan apresiasi terhadap warisan budaya yang bernilai tinggi, dengan adanya keris ini telah membuktikan bahwa para leluhur bangsa bukan merupakan orang sembarangan, jelasnya.
KRAT Wahyu Widayat menambahkan, bahwa pameran ini juga merupakan sebagai wahana pendidikan bagi generasi muda. Ia mengharapkan kepada generasi muda untuk meningkatkan kepedulian dan penghormatan terhadap leluhur dengan cara melestarikan hasil karyanya, salah satunya adalah keris pusaka.
Pada malam hari nanti, sebagai rangkaian acara pameran, akan digelar sarasehan Tosan Aji dengan nara sumber KRA.Suseno Renggodipura, seorang budayawan dari Surakarta. Selain akan memamerkan keris-keris pusaka, dalam pameran tesebut juga dimeriahkan dengan berbagai stan lainnya, antara lain stan-stand pakaian adat jawa, pakaian-pakaian batik, perlengkapan jamasan keris, dan yang menarik dalam pameran kali adalah pengobatan gratis dengan menggunakan tenaga prana oleh Yayasan Prana Jawa Bali, GMCKS Modern Pranic Healing Center. Puluhan pengunjung tampak mengikuti pengobatan gratis ini.
Ditambahkan oleh KRAT.Muhardjo Hadinagoro, Ketua Dewan Pakar Pasanji Sukowati, dengan mengerti dan memahami arti keris sebagai warisan yang mempunyai nilai tinggi dan perlu dilestarikan, ia mengharapkan agar masyarakat mau nguri-uri warisan leluhur tersebut dengan cara merawat yang benar. “Setelah kita paham bahwa keris merupakan warisan leluhur kita yang bernilai tinggi, hendaknya kita bisa merawatnya, tujuannya tidak lain agar bisa diwariskan kepada anak cucu penerus bangsa” jelas KRAT. Muharjo Hadinagoro.(Hart – Humas)
Ir. Haryono Haryoguritno - Penggemar dan Pakar Keris
Mantan Ajudan Presiden 
		Soekarno ini seorang penggemar keris, yang kemudian lebih kompeten 
		digelari pakar keris!  Saking senangnya pada benda pusaka warisan 
		nenek moyang itu,
		Ir. Haryono Haryoguritno rela menukar mobil Mercy-nya dengan keris. 
		Hobinya terhadap keris, juga sempat membuat isterinya kaget, kesal dan 
		cemburu. Betapa tidak? Jika dia sampai menimang-nimang kerisnya di 
		tempat tidur.
		
		Suatu kali, tahun 1978, isterinya Indreswari Radityani (insinyur sipil 
		air lulusan ITB dan pengajar di Universitas Indonesia), sempat syok. 
		Pasalnya, mantan ajudan presiden pertama RI, Soekarno (menggantikan 
		Bambang Widjanarko, pada akhir tahun 1960-an) sepulang dari 
		perjalanannya ke Solo, Jawa Tengah, mobil Mercy 280 S Tiger tahun 1972 
		warna putih miliknya ditukar dengan tiga bilah keris milik bangsawan 
		Mangkunegaran.
		
		Kala itu, Haryono mengaku sangat tengah tergila-gila keris. Sehingga 
		saat melihat tiga bilah keris pusaka keraton itu, dia langsung jatuh 
		cinta. Tiga keris pusaka yang digandrungi Haryono itu berdapur (model) 
		Parungsari luk (berlekuk) 13 tangguh (masa pembuatan) Pajang, lalu keris 
		luk 13 pamor Ron Genduru (pamor atau motif logam yang muncul di 
		permukaan bilah seperti gambar blarak, daun kelapa) dan keris Tilamupih 
		(dapur keris lurus, kinatah atau bertatahkan emas) berperabot intan 
		milik bangsawan Solo itu. Salah satunya, Parungsari luk 13, masih dia 
		simpan sebagai salah satu keris kesayangannya. 
		
		Isterinya juga pernah mencemburui keris kesayangan Haryono. Kala itu, 
		sampai-sampai mertuanya terpaksa turut campur. Sang Mertua sempat 
		menyita keris kesayangannya, yang rupanya memang indah. Keris itu 
		berdapur Kalamisani (jenis dapur lurus) bikinan empu Brajasetika pada 
		masa pemerintahan Raja Solo Paku Buwono (PB) IX. 
Saking senangnya terhadap keris itu, Haryono sering membawa keris ini 
		ke tempat tidur dan menimang-nimangnya di samping istrinya, seperti 
		layaknya istri kedua. Karena itu, pantas saja isterinya kesal dan 
		cemburu. Apalagi saat itu, mereka belum punya anak, padahal sudah lama 
		menikah. "Bagaimana punya anak kalau saya malah ngelon (tidur bersama) 
		keris?" ungkap Haryono berseloroh, sebagaimana ditulis Jimmy S Harianto 
		(Kompas 27 Desember 2005).
		
		Namun, sesuai perjalanan waktu, isterinya mulai memahami hobinya. Tidak 
		pernah lagi terjadi konfrontasi dengan istri karena keris. Sang Isteri 
		sudah bisa menerima hobinya, yang kini telah menjadi keahliannya. 
		Bahkan, Indreswari sudah punya keris kesayangan pemberian suaminya. 
		Sebuah keris bertatahkan emas hampir tiga perempat badan bilah. Sebilah 
		keris yang terindah di antara puluhan bahkan ratusan koleksi keris 
		Haryono.Pasangan ini dianugerahi dua putri dan menantikan kehadiran cucu 
		kedua.
		
		Dengan dorongan moril dari isterinya, Haryono Haryoguritno bahkan 
		berhasil mengabadikan kecintaan dan pengetahuannya tentang keris dengan 
		menulis buku berjudul Keris Jawa, Antara Mistik dan Nalar. Sebuah buku 
		tebal dan mungkin terlengkap tentang pengetahuan keris. Buku yang 
		disusun dari akumulasi pengetahuannya lebih dari 30 tahun tentang keris 
		ini sudah naik cetak dan akan diluncurkan awal tahun 2006.
		
		Haryono bersama timnya dari perkumpulan penggemar keris yang pernah 
		dipimpinnya, Damartaji, pun berusaha meyakinkan Organisasi Pendidikan, 
		Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) agar 
		keris Indonesia diakui dunia sebagai salah satu warisan budaya manusia 
		yang harus dilestarikan.
Perjuangan ini berbuah. UNESCO, dalam sidangnya di Paris, 25 November 
		2005, mengakui keris Indonesia diakui dunia sebagai salah satu warisan 
		budaya manusia yang harus dilestarikan, Oral and Intangible Heritage of 
		Humanity.
		
		UNESCO juga mengakui keris sebagai tradisi Indonesia yang masih 
		mempunyai fungsi sosial di masyarakatnya, merupakan pula manifestasi 
		seni unggul Indonesia, mempunyai falsafah hidup, di samping juga tak 
		diingkari memiliki kandungan mistik. Menurut Haryono, keris tidak hanya 
		diukur dari bendanya saja, tetapi juga nilai abstraknya sehingga muncul 
		pengakuan (UNESCO) itu.
Semasa masih mahasiswa Jurusan Mesin Institut Teknologi Bandung 
		(ITB), Haryono penggemar bongkar-pasang motor Harley Davidson. Dia 
		sendiri mengaku mulai mengalihkan hobinya dari Harley Davidson ke keris 
		sepulang tugas dari Irian Barat pada masa Soekarno, ketika dia memegang 
		pangkalan Angkatan Laut di Manokwari. Sepulang dari Irian, Haryono 
		menjual Harley Davidson-nya yang ketiga bertahun 1952 saat pindah dari 
		Surabaya ke Jakarta. Ketika pindah ke Jakarta, Haryono berusia 36 tahun 
		dan belum menikah.
		Ir. Haryono Haryoguritno
		
Titik Singgung Wayang dan Keris
Dunia pewayangan tanpa sastra, karawitan, batik, candi, pertanian, 
		falsafah, kesaktian dan keris tidaklah lengkap; dan juga tidak mungkin 
		terwujud sebuah pakeliran yang agung. Peranan sastra dan karawitan sudah 
		jelas, sedangkan unsur batiknya dimanifestasikan baik secara wantah 
		maupun tergubah dalam pakaian wayang (wayang orang, golek dan kulit).
		
		Lebih dari pada itu, bentuk manifestasi visuaInya pun masih dilengkapi 
		lagi dengan narasi oleh Ki Dalang yang berupa janturan dan pocapon, 
		antara lain berbunyi : punapa to busana nira Sang Noto ing Ngastina … 
		dan seterusnya.
		
		Arjuna dikenal sebagai pemakai kain batik berpola Limar Ketanggi, 
		Yudistira dengan Limar Jobin, Kresna dengan Parang Modang, Werkudara 
		dengan Poleng Bang Bintulu, Suyudana dengan Parang Barong, dan 
		seterusnya.
		
		Di dalam hal candi, usaha pemvisualisasian hanya dilakukan dengan 
		memakai gunungan, yang sering dipakai untuk menggambarkan kayu, gunung, 
		laut, mega, gapura, dan lain lainnya. Jadi dalam hal candi, usaha Ki 
		Dalang dititikberatkan pada janturan, pocapan maupun kombangan; dan 
		bahkan sempat pula tercipta lakon 'mBangun Candhi Saptorenggo'.
		
		Unsur pertanian berkaitan dengan pranata mangsa, ulu wetu, polo 
		kesimpar, polo gumantung, polo kependhem, dan lain-lainnya (Gemah Ripah 
		Loh Jinowi), sudah merupakan keharusan yang mutlak dalam janturan 
		mengenai kemakmuran sebuah kerajaan atau asrinya sebuah pertapaan, juga 
		seramnya atau 'angker'nya sebuah hutan belantara, misaInya hutan Setra 
		Ganda Mayit (Dhandhang Mangore).
		
		Tidak ada adegan peperangan atau perkelahian dalam pewayangan yang tidak 
		mengandung atau menampilkan unsur kesaktian. Kita selalu ingat akan Aji 
		Norantaka dari Gatotkaca, Panglimunan-nya Arjuna, Wungkol Bener dari 
		Bima, Panggoblakan dari Anoman, Pancasona-nya Rahwana dan lain-lainnya. 
		Kesaktian-kesaktian atau aji tersebut di atas termanifestasikan dengan 
		mantra dan atau olah semedi/raga tertentu.
		
		Orang sakti menjadi kebal, 'Unatah mendat jinara menter, ora tedhas 
		topok paluning pandhe, sisaning gurinda, tilasing kikir'. Tahan panasnya 
		api, bisa terbang, amblas bumi, menghilang, dan lain sebagainya. 
		Kadang-kadang malah karena ulah lawan tandingnya sendiri, maka kesaktian 
		tersebut dapat terwujud secara otomatis, misaInya aji Candha Birawa.
		
		Senjata, jimat dan pusaka juga merupakan sumber kesaktian atau supremasi 
		terhadap lawan tanding. Siapa yang tidak mengenal Jamus Kalimasada, 
		Kembang Wijayakusuma, Cundha Mani, Gada Lukitasari atau Rujakpolo, dan 
		lain sebagainya. Dan apabila kita bicara mengenai falsafah dalam dunia 
		pewayangan, maka saratri daton badhe pendhot!
		
		Keris Dalam Dunia Pewayangan
		
		Sulit untuk mengatakan, manakah yang lebih beruntung, dunia pewayangan 
		karena keris, ataukah dunia perkerisan karena wayang. Yang jelas, 
		kedua-duanya merupakan puncak kebudayaan nasional, dan tak dapat 
		dipisah-pisahkan satu sama lain.
		
		Sayang, kawruh padhuwungan tidak begitu populer bagi para dalang, 
		sehingga janturan-janturan mereka mengenai pusaka/keris seringkali 
		menjadi 'steril', dan lebih disayangkan lagi karena tidak adanya usaha 
		para dalang untuk mencoba menambah pengetahuan dan wawasannya mengenai 
		keris. Alangkah idealnya apabila aspek-aspek perkerisan dapat 
		ditampilkan dalam pentas pewayangan, niscaya akan dapat menambah 
		'gebyar' atau 'dimensi' pentas itu sendiri.
		
		Untuk mencoba menanggapi 'kekosongan' ini, maka tulisan yang tidak 
		konklusif dan kadang-kadang terasa cengkah serta berasal dari berbagai 
		sumber ini disajikan. Adapun mengenai bagaimana pengejawantahan kawruh 
		padhuwungan dalam pentas wayang, hal ini sepenuhnya diserahkan kepada 
		kearifan para dalang sendiri. Berikut ini dapat disebutkan beberapa 
		petikan tentang hal tersebut, antara lain :
		
		Dalarn sebuah pakem padhuwungon yang 'nota bene' merupakan karangan 
		pujangga tersohor Raden Ngabehi Ranggawarsita dari Surakarta (kira-kira 
		190 tahun yang Ialu), disebutkan bahwa : 
		Sri Paduka Maha Raja Dewo Budo, inggih punika Songhyang Gurunata 
		(Girinatc) ingkong owit yaso dedamel warna-warni, ingkong kathahkathah 
		mboten kacario saken, namun kopethik nalika yaso dhuwung wonten Ing 
		Kayangan Kaendran dhapur Lar Ngotap, Posopati, scha dhapur Cundrik; 
		ginambar ing angka 1, 2, 3; Ingkong dame/ noma Empu Romadi, kola tahun 
		Jawi 142.
		
		Ungkapan dalarn bahasa Jawa tersebut bagi pembaca masa kini tentu sulit 
		untuk diterima sebagai fakta sejarah. Sebagai referensi dapat diingat 
		tentang 'asal-usul' para tokoh Pandawa dan Korawa yang dimulai dari Nabi 
		Adam, Nabi Sis, ….Bhatara Guru dan seterusnya, yang ditulis dalam Kitab 
		Paramayoga/Pustaka Raja Purwa yang juga merupakan mahakarya pujangga 
		Ranggawarsita. Selain itu, dalam dunia pewayangan kita juga mengenal 
		pusaka Pasopati, yakni senjata Arjuna pemberian Bhatara Guru (cocok) 
		yang berupa sebuah bedhor (panah) yang ber-dapur Wulan Tumanggal (tidak 
		cocok).
		
		Di dalam narasinya, Ki Dalang kadang-kadang menyebutkan (menurut 
		lakonnya) sebagai berikut: 
		'dupi den unus curiganira, ponang pamor pusakaning Sang Dipati Ngawangga 
		pating karetip pindha konang sayuta ...'
		
		Yang dimaksud dengan pusaka tersebut adalah sebilah keris dhopur Jalak 
		yang kemudian dikenal dengan nama Kyai Jalak. Untuk menambah 
		'keotentikan' ungkapan tersebut, dianggaplah bahwa seolah-olah negeri 
		Ngawangga itu memang benar benar ada dan terdapat di Pulau Jawa, 
		persisnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (menurut Raffles, dalam bukunya 
		: The History of Java). Sampai kini (menurut cerita orang), di dusun 
		Wangga terdapat mesjid tempat dimana disimpan Kyai Jalak tersebut. Benar 
		tidaknya hal ini, wallahualam bissawab. Dengan sebagai tambahan, Raffles 
		juga menentukan tentang 'negeri-negeri' yang lain, misaInya :
		
		- Kerajaan Dwarawati (Kresna) di daerah Pati
		- Kerajaan Mandura (Baladewa) di Pulau Madura bagian barat
		- Kerajaan Mandaraka (Salya) di antara Tegal & Pekalongan
		- Banjarjungut (Dursasana) di sekitar Kebumen
		- Talkandha (Bisma) di Banjarnegara
		- Kahyangan Indrakila (Bhatara Indra) di Jepara
		- Kerajaan Pringgandani (Gatotkaca) di seb. Utara Dat.Ting.Dieng
		- Kerajaan Indraprastha (Pandhawa) di Dataran Tinggi Dieng.
		- dan lain sebagainya.
		
		Oleh karena itu, dalam menanggapi penentuan 'lokasi geografis' kerajaan/ 
		negeri-negeri tersebut hendaknya perlu dipakai suatu kebijaksanaan yang 
		cukup arif, karena kebenaran. historisnya memang cukup menyangsikan.
		
		Di Surakarta, pada waktu ini terdapat keris yang bernama Cundhamani, 
		yang di dalam dunia pewayangan dikenal sebagai encis pusaka Pandhita 
		Dorna. 
		Keris dhapur Kalarnisani yang merupakan 'copy' atau putran dari keris 
		Kanjeng Kyai Kalamisani, adalah sebuah keris lurus dengan hiasan 
		kembang-kacang, sogokan muka dan belakang, lambe gajah dua, sraweyan, 
		greneng dan lain sebagainya. Konon, Kanjeng Kyai Kalamisani yang asli 
		adalah kepunyaan Raden Sadewa yang kemudian diberikan kepada Raden 
		Gatotkaca. 
		
		Arjuna, selain dikenal sebagai pemilik Pasopati, juga mempunyai 
		keris-keris Kyai Pulanggeni dan Kyai Kalanadhah.. 
		
		Adipati Karna, selain memiliki keris Kyai Jalak, juga mempunyai keris 
		Kyai Kaladete yang sangat terkenal karena ampuhnya, karena meskipun 
		tuannya itu telah gugur, keris pusaka tersebut masih dapat berbicara 
		menirukan suara tuannya yang mernanggil-manggil Arjuna sebagai lawannya. 
		Selanjutnya, bagaimana lengkapnya cerita lakon tersebut, pembaca 
		tentunya telah mengetahuinya. 
		
		Cakil mempunyai keris dengan luk 9 atau 21, dhapurnya Jalak Ngoceh, 
		bukan Jalak Ngore. Keris tersebut pada akhirnya justru 'memakan' tuannya 
		sendiri. 
		Ada yang mengatakan bahwa Prabu Yudhistira mempunyai keris dhapur Tilarn 
		Upih atau Tilam Sari. 
		
		Prabu Kresna memiliki keris dhapur Brojol; sedangkan keris Kyai 
		Kalamunyeng pembicara lupa siapa pemiliknya. 
		
		Selain dalam dunia pewayangan, keris lebih-lebih terkenal dalam legenda, 
		babad atau dongeng-dongeng yang sangat dikenal oleh masyarakat Jawa 
		Sebagai contoh misalnya :
		Keris Kyai Sengkelat (pusaka kerajaan Majapahit) 
		Keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten (pusaka pusaka kerajaan pada 
		zaman pemerintahan Dernak-Pajang, yang dibuat pada zaman Majapahit). 
		Keris Kyai Carubuk, pusaka Sunan Kalijaga (Demak-Paiang) 
		Keris Kyai Setan Kober, pusaka Haryo Penangsang (Jipang) 
		Tombak Kyai Baru, milik Ki Ageng Mangir, menantu dan sekaligus juga 
		musuh bebuyutan Panembahan Senopati (Mataram) 
		Kyai Plered adalah juga sebuah tombak pusaka yang pernah digunakan oleh 
		Danang Sutawijaya (P. Senopati) untuk membunuh Haryo Penangsang. 
		dan lain-lainnya. (www.nikhef.nl) ►e-ti
Pameran Keris akan Sambut HUT RI
infokito
Panji
Nusantara bekerja sama dengan Bentara Budaya Jakarta menggelar pameran
dan Award Keris Kamandhikan selama sepekan, 12-16 Agustus 2008.
Kegiatan tersebut dalam memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-63 RI
yang melibatkan para kolektor dan pewaris keris di Tanah Air dan Museum
Neka di Perkampungan Seniman Ubud ikut ambil bagian dalam kegiatan
tingkat nasional tersebut, kata Direktur Museum Neka Ubud, Pande Wayan
Suteja Neka Selasa.
Ia mengatakan, kegiatan yang diisi
dengan sarasehan tentang perjalanan pembuatan keris Kamandikan dengan
nilai filosofis dan simbolik menampilkan 150 keris dari sejumlah daerah
di Indonesia.
“Kami akan menyertakan lima buah keris pusaka dalam pameran tersebut,” tutur Pande Suteja Neka.
Kelima keris merupakan hasil seleksi terbaik dari 218 keris pusaka koleksi museum Neka semuanya baik dan bermutu.
Museum Neka selain memiliki 413 koleksi lukisan, patung dan kriya juga mengoleksi 218 keris pusaka.
Museum Neka dalam usianya 26 tahun meraih kesuksesan dari sebuah pengabdian di jagat seni yang cukup gemilang.
Upaya yang dirintisnya dari nol mendapat sentuhan penanganan yang
sungguh-sungguh dan profesional, baik dalam bidang koleksi lukisan
maupun keris-keris kuno.
Tambahan koleksi 218 keris yang dilakukan sejak dua tahun belakangan
merupakan hasil seleksi secara ketat yang dilakukan pakar dan pejuang
keris Indonesia Ir. Haryono Haryoguritno dan Sukoyo Hadi Nagoro (Mpu
dan Pakar keris).
Keris merupakan senjata tradisional yang sangat berperan dalam
kehidupan manusia pada jaman dahulu hingga sekarang. Kebiasaan
memanfaatkan senjata keris sebagai senjata, benda berwasiat dan
kelengkapan upacara keagamaan telah membudaya dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Hindu di Bali.
Keris yang dijadikan koleksi museum karena unsur keindahan dan seni, bukan karena berwasiat, ujar Suteja Neka.*(kpl/cax)
Wayang Bebaskan Stanza dari Autis

Jakarta (ANTARA News) - Apa hubungan antara anak pengidap autis dan seni wayang?
"Stanza itu tadinya mengidap autis, sekarang sudah sembuh," kata Ketua Umum Panitia Pelaksana Festival Dalang Bocah Tingkat
Stanza, yang bernama lengkap Yusstanza Razali adalah peserta festival dari Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.
Roesman mengatakan, keikutsertaan bocah berusia 13 tahun itu dalam festival membuktikan bahwa kegiatan mendalang dapat menyembuhkan autis.
"Ternyata dengan main wayang, dia (Stanza) bisa berkonsentrasi dan emosinya pun terkendali," katanya.
Stanza mengaku tertarik pada seni wayang setelah menonton penampilan Ki Manteb di televisi.
"Dalangnya Ki Manteb, ceritanya aku lupa," kata bocah kelahiran Jakarta, 19 Juni 1996, itu.
Putra pasangan Yusrizal Razali dan Yulia Kratiningsih itu mengaku belajar mendalang di Istana Anak TMII sejak duduk di kelas 4 sekolah dasar.
Sampai saat ini, ia telah tampil di berbagai acara, termasuk saat diundang sebagai tamu di program "Kick Andy Metro TV" pada 2006.
Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional digelar Persatuan Pedalangan Indonesia selama tiga hari, sejak Senin, diikuti 20 peserta berusia 8-14 tahun dari enam propinsi; DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Stanza dijadwalkan tampil pada hari kedua dengan cerita Wahyu Purba Sejati semasa Prabu Kresna berkuasa.
Menurut Yusrizal, putranya itu kemungkinan bisa terbebas dari autis karena senang sekali bermain wayang.
"Konsentrasi tidak buyar bila sedang bermain," katanya.
Sementara itu, pengajar wayang di Istana Anak TMII, Agus Darmanto, mengatakan, Stanza adalah pengidap autis yang memiliki daya ingat sangat kuat.
"Hanya satu kali diajari dia langsung bisa, termasuk saat diajari berbicara dalam bahasa Jawa," katanya menambahkan. (*)
COPYRIGHT © 2008
